“Bu, apa malaikat itu ada?”
Di sekolah, Lou sering mendengar ibu gurunya bercerita tentang malaikat. Lou tak mengerti, tapi sepertinya gurunya itu memang terobsesi dengan malaikat. Lou mendengar banyak cerita tentang malaikat. Mulai dari ciri-ciri malaikat, jenis-jenis malaikat, nama-nama malaikat, hingga kehebatan malaikat-yang tentu saja selalu membuat Lou terpesona setiap mendengar cerita gurunya itu.
Tapi dari sekian banyak yang Lou dengar dari gurunya, satu hal yang paling diingatnya: yakni bahwa malaikat memiliki sayap, dan sayapnya sangat, sangat, sangaaat lebar. Gurunya itu bilang ketika malaikat mengibaskan sayapnya sekali, maka ia akan menempuh jarak dari bumi hingga langit lapis pertama. Ketika ia mengibaskan sayapnya sekali lagi, maka ia akan sampai pada langit lapis kedua. Begitu seterusnya.
“Woooww..”, kata Lou terkesima mendengar gurunya.
Namun Lou lebih terpesona lagi ketika dikatakan bahwa kehebatan sayap malaikat itu tak ada apa-apanya ketika ia berada di dalam surga.
“Memangnya kenapa, Bu Guru?” tanyanya lugu.
Saat di surga, malaikat pernah ingin mencoba mengukur luas surga itu. Ia pun diberikan izin oleh Tuhan. Lalu ia mengibaskan sayapnya sekali. Ia gagal. Sekali lagi dikibaskannya sayapnya. Tidak juga ketemu batasnya surga. Malaikat pun mengibas-kibaskan sayapnya berkali-kali. Hingga akhirnya ia menyerah sebab tak juga ditemukannya batas surga. Begitu gurunya menerangkan kepada Lou.
Lou terkesima sekali lagi.
Gurunya, yang tahu kalau Lou tertarik mendengar cerita-ceritanya tentang malaikat, sering mengajak Lou berbincang-bincang saat jam istirahat. “Kamu mau dengar yang lain lagi tentang malaikat?” tanya ibu guru yang tergolong masih muda itu sambil tersenyum kecil kepada Lou. Lou menatapnya seraya mengangguk. Ibu guru itu pun bercerita lagi tentang malaikat. Atau kalau di kelas sedang ramai, ia mengajak Lou ke kantin atau ke ruangannya atau ke taman untuk berkisah tentang malaikat.
Saat mulai berkisah tentang malaikat, seperti biasa, Lou hanya bisa menatap ibu gurunya itu dengan mata berbinar-binar.
“Bu, Lou ingin bertemu dengan malaikat.”
***
Lou demam tinggi. Di sekitar tempat tinggalnya memang sedang heboh wabah demam berdarah dengue (DBD). Anak-anak silih berganti terkena wabah tersebut. Ada yang hanya sampai demam, ada juga yang sampai meninggal. Orang tua Lou panik, mengetahui suhu tubuh anaknya tak juga kembali normal. Akhirnya mereka memutuskan membawa Lou ke rumah sakit.
Lou kesal sekali berada di rumah sakit. Karena ia jadi tak bisa pergi ke sekolah. Dan karenanya Lou tak bisa bertemu ibu gurunya yang cantik dan mendengar cerita-cerita tentang malaikat. Suster, apalagi dokter di sini, tak ada yang tahu soal malaikat. Setiap Lou bertanya kepada suster yang merawatnya atau kepada dokter yang memeriksanya, apakah mereka tahu tentang malaikat, mereka hanya tersenyum dan tak menjawab pertanyaan Lou.
Dan kalau Lou bertanya kepada ibunya, ibunya hanya menjawab, “Kamulah malaikat kecil ibu, nak.” Sambil mengusap-usap kepala dan mencium pipi Lou.
Lou suka menggambar. Televisi di kamar tempat ia dirawat sama sekali tak memberinya hiburan. Maka ketika suster datang untuk memberinya sarapan, ia meminta buku gambar dan pensil. Lou pun mulai menggoreskan pensilnya di atas kertas putih. Ia menggambar malaikat.
Lou mulai dengan menggambar wajah malaikat. Tak ada mata, hidung, maupun bibir. Hanya sebuah garis seperti kurva yang membuka ke atas. Setelah itu ia menggambar rambutnya. Rambut malaikat seperti apa ya, batin Lou. Ibu guru tak pernah bercerita tentang rambut malaikat kepadanya. Ia pun mengarang-ngarang sendiri. Ia menggambar bentuk rambutnya sendiri. Lalu ia menggambar tubuhnya. Ia juga tak sempat bertanya kepada ibu guru apakah malaikat itu tubuhnya seperti anak kecil atau orang dewasa. “Aduh, kenapa nggak pernah nanya sama bu guru ya, bego.” Lalu ia memutuskan untuk menggambar tubuh anak kecil. Karena lebih mudah dan nanti kalau sudah selesai bisa dijadikan teman, batinnya. Lou tersenyum sebentar. Lalu ia meneruskan menggambar.
***
Ibu guru Lou bertamu ke rumah orangtua Lou dan meminta maaf kepada mereka, juga kepada Lou. Ia meminta maaf karena tak sempat menjenguk Lou di rumah sakit. Mendadak banyak yang harus diurus, katanya. Lou senang sekali dapat bertemu lagi dengan ibu guru. Walaupun ia belum pergi ke sekolah karena dianjurkan untuk istirahat dulu satu-dua hari di rumah. Tapi paling tidak ia bisa bertanya lagi tentang malaikat kepada gurunya itu.
Dengan antusias, gurunya pun bercerita bahwa malaikat dapat merubah wujudnya menjadi apa saja, termasuk menjadi manusia. Ketika ia merubah wujudnya menjadi seorang manusia, ia bisa menjadi siapa saja. Seorang lelaki, perempuan, anak kecil, orang dewasa, penjual sayur, polisi lalu lintas, pemungut sampah, tukang becak, siapa saja yang ia inginkan.
Lou termangu dan mulutnya membentuk huruf ‘O’ kecil.
“Kenapa malaikat mau berubah jadi manusia, Bu Guru?” tanya Lou penasaran.
Ibu guru berkata bahwa manusia sering memiliki masalah. Dan malaikat ada yang ditugaskan oleh Tuhan untuk membantu manusia. Begitulah, Tuhan memiliki cara kerja yang bermacam-macam bentuknya. Bisa langsung dari-Nya, bisa juga lewat malaikat-Nya. Nah, salah satu cara malaikat membantu manusia adalah dengan mengubah wujudnya menjadi manusia dan langsung memberikan pertolongannya kepada manusia yang sedang tertimpa masalah itu.
“Berarti Ibu juga malaikat, ya? Ibu sudah menolong Lou. Waktu Lou di rumah sakit Lou cuma ingin dengar cerita tentang malaikat. Tapi Ibu nggak datang ke rumah sakit. Jadi Lou cuma bisa bikin gambar malaikat. Lou sembuh gara-gara ngebayangin malaikat terus. Itu semua karena Ibu.”
Ibu guru tersenyum. “Kamu menggambar malaikat? Coba sini ibu lihat.”
Lou berlari kecil ke kamarnya lalu keluar dengan membawa selembar kertas. Kedua tangannya disembunyikannya di belakang. “Ayo, mana sini ibu lihat malaikatmu.” Kata ibu guru. Dengan malu-malu, Lou menyerahkan selembar kertas itu kepada ibu guru. “Jangan ketawa ya bu,” kata Lou.
Sesuatu pada selembar kertas tersebut membuat ibu guru Lou terdiam. Sesuatu telah membuat dadanya sesak dan adegan-adegan masa lalu mendadak berkelebatan dalam kepalanya. Detak jantungnya melamban. Kenangan manis sekaligus pahit menyerang lubuk hatinya. Ia menutup mulut dengan sebelah tangan. Ada setitik air menyembul dari sudut matanya.
Lou terdiam, ia terheran-heran melihat ibu guru seperti sedang sedih. “Ibu, kenapa nangis?” tanyanya.
“Lou, kamu juga malaikat. Kamu didatangkan Tuhan untuk menolong ibu.”
Anaknya itu, jikalau masih hidup, pasti dia sekarang sudah seusia Lou. ***
sumber: http://bisikanbusuk.blogspot.com/search/label/fiksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar